Keperawatan Jiwa adalah Proses
interpresonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang
mengkontribusi pada fungsi yang terintegrasi. (Stuart, Sunden, 1995)Keperawatan
Jiwa pada Lansia
Saat ini
sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan
kejiwaan seperti demensia, psikosis, Penggunaan alcohol kronik, atau kondisi
lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan professional yang
lain memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat lansia dengan masalah
kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan mental pada lansia dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial
support, sosial ekonomi dan pola hidup.
Peran
Perawat Jiwa Lansia
Perawat
yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus menggabungkan
keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses
penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi
pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji
kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan
intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau
pemberi pelayanan lain.
Sebagai konsultan, perawat jiwa lansia mengkaji
penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku
dan kognitif pada perawatan pasien. Praktek perawat ahli jiwa lansia yang telah
lulus menempuh pendidikan spesialis di bidang ini dan mungkin akan bekerja di
agensi untuk membantu pegawai dalam menjalankan program terapeutik untuk senior
dengan gangguan psikiatrik atau perilaku. Perawat jiwa lansia harus memiliki
pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat
memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, , remotivasi, kehilangan dan
kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan
psikoterapi.
Teori
Penuaan
Gerontologis
tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan
semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu.
Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori
psikologis, dan teori sosiokultural.
Teori
Biologis
- Biological Programming Theory
Teori
program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel yang terjadi
sesuai dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk memperlihatkan
adanya kemunduran biologis, kognitif, dan fungsi psikomotor yang tidak dapat
dihindari dan diperbaiki, walaupun perubahan diet atau hipotermi dalam waktu
yang lama dapat menunda proses tersebut.
- Wear and Tear Theory
Teori
wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi dapat
dipercepat oleh perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan. Masalah-masalah
yang berkaitan dengan penuaan merupakan hasil dari akumulasi stres, trauma,
luka, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan imunologi,
dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap
mitos dan stereotif penuaan.
- Stress-Adaptasi Theory
Teori
adaptasi stres ini menegaskan efek positif dan negatif dari stres pada
perkembangan biopsikososial. Sebagai efek positif, stres menstimulasi seseorang
untuk melakukan sesuatu yang baru, jalan adaptasi yang lebih efektif. Efek
negatif dari stres bisa menjadi ketidakmampuan fungsi karena perasaan yang
terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat mempercepat proses penuaan.
Stres dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan seseorang, baik secara fisiologi,
psikologis, sosial dan ekonomi. Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.
Teori
psikologis,
- Eriksons Stage of Ego Integrity
Teori
Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang harus dicapai
pada setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir, berhubungan dengan refleksi
tentang kehidupan seseorang dan pencapaiannya, ini diidentifikasi sebagai
integritas ego. Jika ini tidak tercapai maka akan mengakibatkan terjadinya
gangguan.
- Life Review Theory
Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses yang
normal berkaitan dengan pendekatan terhadap kematian. Reintegrasi yang sukses
dapat memberikan arti dalam kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati
tanpa disertai dengan kecemasan dan rasa takut. Hasil diskusi terakhir tentang
proses ini menemukan bahwa melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan salah
satu strategi untuk merawat masalah kesehatan jiwa pada lansia.
- Stability of Personality
Perubahan
kepribadian secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan penyakit otak. Para
peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada saat dewasa tidak akan
terjadi pada interval regular. Perubahan peran, perilaku dan situasi
membutuhkan respon tingkah laku yang baru. Mayoritas lansia pada studi ini memperlihatkan
adaptasi yang efektif terhadap kebutuhan ini.
Teori
Sosiokultural
- Disengagement Theory
Postulat
pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari lingkungan
sosial merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Terdapat stereotype
yang kuat dari teori ini termasuk ide bahwa lansia merasa nyaman bila
berhubungan dengan orang lain seusianya.
- Activity Theory
Teori
aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan keaktifan
beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari
aktivitas terhadap kepribadian lansia, kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam
hidup.
- The Family in Later Life
Teori keluarga berfokus pada keluarga sebagai unti dasar perkembangan
emosi seseorang. Teori ini berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan
adalah perubahan sistem hubungan dengan orang lain untuk medukung fungsi masuk,
keluar dan perkembangan anggota keluarga. Gejala fisik, emosi, dan sosial
dipercaya merupakan repleksi dari masalah negosiasi dan transisi pada siklus
kehidupan keluarga.
Pengkajian
Pasien Lansia
Pengkajian
pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan
sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat
kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan
total dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan
pada hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
Wawancara
Hubungan
yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang
positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam
dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman
akan membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
Keterampilan
Komunikasi Terapeutik
Perawat
membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama
wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak
asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan
pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan
dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat
kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus
cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang
ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol
wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien
karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan
mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
Setting
wawancara
Tempat
yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan
harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus
dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang
dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat
harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain
yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien
pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti
pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
Fungsi
Kognitif
Status
mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal
termasuk :
1.
Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
2. Adanya
gejala klinik confusion dan depresi.
3. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
4.
Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif
.
Status
Afektif
Status
afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk
skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala,
punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia
termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal
dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama
kehidupan.
Sakit
fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan
dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya kanker lambung,
pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at
meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines,
benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran
yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
Respon
Perilaku
Pengkajian
perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada
lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan
fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi
perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
Kemampuan
fungsional
Pengkajian
fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa.
Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki
dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
Mobilisasi
Pergerakan
dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang
harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi
dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam
mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi
motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang
dibutuhkan. Kemampuan fungsi
Activities
of Daily Living
Pengkajian
kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam menentukan
kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual,
dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk
membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan
ADL.
The Katz
Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap
ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah
satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi
ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
Fungsi
Fisiologis
Pengkajian
kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari
beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku
dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya
EEG, lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi
dan pengobatan medis juga harus dikaji.
Nutrisi
Beberapa
pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet. Pasien
lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam
makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet
pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan
termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi,
makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
Pengobatan
Medis
Empat
faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia,
polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
Penyalahgunaan
Bahan-bahan Berbahaya
Seorang
lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya
beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila
mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan.
Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan
menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.
Dukungan
Sosial
Dukungan
positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan,
khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor
yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus
mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau
di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam
mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
Interaksi
Pasien- Keluarga
Peningkatan
harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk
semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki
waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada
lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan
dan peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa.
Posted By : Widyastuti
Email : weastutiwidya02@gmail.com
Blog : www.perawatbedah09.blogspot.com
Blog : www.perawatbedah09.blogspot.com
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Psikologi. Perkembangan psikologi manusia sekarang ini harus sangat diperhatikan agar mereka tidak berkembang dengan mental yang salah. Saya memiliki beberapa tulisan sejenis mengenai psikologi yang dapat dilihat di www.ejournal.gunadarma.ac.id
BalasHapus