Hepatitis B adalah penyakit
peradangan hati akibat infeksi virus Hepatitis B. Perjalanan infeksi Hepatitis
B dapat berupa “akut” atau “kronis”, dan dapat menyebabkan komplikasi hati
kronis seperti sirosis dan kanker hati yang dapat menyebabkan risiko tinggi
kematian. Infeksi akut virus Hepatitis B adalah penyakit jangka pendek
yang terjadi dalam 6 bulan pertama setelah seseorang terkena virus Hepatitis B.
Infeksi akut dapat menjadi infeksi kronis. Infeksi kronis virus
Hepatitis B adalah penyakit jangka panjang yang terjadi ketika virus Hepatitis
B menetap dalam tubuh seseorang dan dapat berkembang menjadi sirosis dan kanker
hati hingga menyebabkan kematian.
Mekanisme Penularan dan Cara Penyebaran Hepatitis B
Kemungkinannya tergantung pada saat usia berapa
seseorang menjadi terinfeksi. Usia bayi sangat tinggi kemungkinannya Hepatitis
B akut berkembang menjadi kronis, yaitu sekitar 90% dari total bayi yang
terinfeksi HBV. Risiko semakin turun jika usia makin tua. Sekitar 25% -50% dari
anak-anak berusia antara 1 – 5 tahun yang terinfeksi HBV akan juga beresiko
menjadi kronis. Risiko semakin turun menjadi 6% -10% ketika seseorang
terinfeksi yang berusia lebih dari 5 tahun. Di seluruh dunia, kebanyakan orang
dengan Hepatitis B kronis terinfeksi pada saat lahir atau pada anak usia dini.
Di samping itu sebesar 25% orang akan meninggal untuk orang dewasa yang telah
terinfeksi HBV kronik sejak anak – anak. Sedangkan untuk pasien yang terinfeksi
hepatitis B saat dewasa 90% pasien akan pulih kembali dan virus akan hilang
selama rentang waktu 6 bulan. Melalui darah, air mani, atau cairan tubuh
lainnya terinfeksi virus Hepatitis B memasuki tubuh orang yang tidak
terinfeksi. Virus Hepatitis B dapat menular melalui kegiatan seperti: Kelahiran (menyebar dari ibu yang
terinfeksi kepada bayinya), aktivitas
seks dengan pasangan yang terinfeksi, berbagi
barang seperti pisau cukur atau sikat gigi dengan orang yang terinfeksi, kontak langsung dengan darah atau
luka terbuka dari orang yang terinfeksi,
paparan darah dari jarum suntik dan peralatan tajam lainnya, orang yang menggunakan tindikan dan
tatoo yang dibuat oleh peralatan yang tidak steril, pasien gagal ginjal yang
menjalani prosedur Hemodialisis selama bertahun – tahun.
Namun, Virus hepatitis B tidak ditularkan melalui
kegiatan seperti berbagi peralatan makan, menyusui, memeluk, mencium, memegang
tangan, batuk, atau bersin. Setiap orang
beresiko terkena Hepatitis B maka dari
itu kita harus berhati-hati dalam pengguna narkoba / obat suntik, penerima
donor darah, orang yang menggunakan tindikan dan tatoo yang dibuat oleh
peralatan yang tidak steril, pasien gagal ginjal yang menjalani prosedur
Hemodialisis selama bertahun – tahun, petugas kesehatan yang terluka akibat
jarum suntik, pasien yang mengidap HIV. Virus hepatitis B dapat bertahan hidup di
luar tubuh setidaknya 7 hari. Selama waktu itu, virus tetap aktif dan dapat
menyebabkan infeksi jika memasuki tubuh orang yang tidak terinfeksi.
Gejala & Efek Hepatitis B
Kebanyakan orang tidak mengalami gejala apapun selama
fase infeksi akut. Namun, untuk beberapa orang dengan hepatitis B akut memiliki
gejala yang mulai terlihat setelah masa inkubasi selama 3 minggu hingga 6
bulan. Gejalanya dapat berupa menguningnya kulit dan mata (jaundice), urin
gelap, kelelahan ekstrim, mual, muntah, dan nyeri perut, yang dapat berlangsung
selama beberapa minggu hingga 6 bulan.
dampak
kronis dari Hepatitis B adalah penderita hepatitis B kronis mungkin tidak memiliki gejala, meskipun
kerusakan hati bertahap mungkin terjadi. Seiring waktu, beberapa orang mungkin
mengalami gejala kerusakan hati kronis, sirosis hati dan kanker hati.
Rangkaian Pemeriksaan Hepatitis
- Pemeriksaan HBsAg, tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam darah. Hasil yang positif berarti: seseorang telah terinfeksi virus Hepatitis B baik akut ataupun kronis dan dapat menularkan virus kepada orang lain. Sedangkan jika pemeriksaan negatif berarti: seseorang tidak memiliki virus Hepatitis B dalam darahnya. Jika HBsAg menetap selama > 6 bulan maka infeksi dinyatakan kronis.
- Pemeriksaan anti-HBs, tujuannya untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen pada virus Hepatitis B. Jika pemeriksaan positif berarti: seseorang telah dilindungi atau kebal dari virus Hepatitis B karena telah divaksinasi atau ia telah sembuh dari infeksi akut (dan tidak bisa Hepatitis B lagi).
- Pemeriksaan anti-HBc, tujuannya untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap bagian dari virus Hepatitis B yang disebut antigen inti. Hasil dari pemeriksaan ini seringkali tergantung pada hasil dari dua pemeriksaan lainnya , pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Pemeriksaan positif berarti: seseorang saat ini terinfeksi dengan virus Hepatitis B atau pernah terinfeksi sebelumnya.
- Pemeriksaan IgM anti-HBc, tujuan pemeriksaan yaitu untuk mendeteksi infeksi akut. Pemeriksaan positif berarti: seseorang telah terinfeksi virus Hepatitis B dalam 6 bulan terakhir.
- Pemeriksaan HBeAg, tujuannya untuk mendeteksi protein (HBeAg) yang ditemukan dalam darah selama infeksi virus Hepatitis B aktif. Pemeriksaan positif berarti: seseorang memiliki virus tingkat (level) tinggi dalam darahnya dan dapat dengan mudah menyebarkan virus ke orang lain. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan untuk Hepatitis B kronis.
- Pemeriksaan HBeAb atau anti-HBe, Tujuan untuk mendeteksi antibodi (HBeAb atau anti-HBe) yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap Hepatitis B antigen “e”. Pemeriksaan positif berarti: seseorang terinfeksi virus Hepatitis B kronis tetapi berada pada risiko rendah untuk terkena masalah penyakit hati karena rendahnya tingkat virus Hepatitis B dalam darah.
- Pemeriksaan HBV-DNA, bertujuan untuk mendeteksi seberapa besar HBV DNA dalam darah dan hasil replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif berarti: virus ini berkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat menularkan virus kepada orang lain. Jika seseorang memiliki Hepatitis B infeksi virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau efektivitas terapi obat untuk infeksi Virus Hepatitis B kronis serta dapat menjadi dasar perhitungan dimulainya pengobatan.
Pengobatan dan Pencegahan
Tidak ada pengobatan khusus untuk
hepatitis akut B. Perawatan ditujukan untuk menjaga kenyamanan dan keseimbangan
gizi yang memadai, banyak istirahat di tempat tidur, makan makanan sehat,
dan minum banyak cairan sebagai penggantian cairan yang hilang akibat
muntah dan diare. Untuk beberapa pasien dengan hepatitis kronis, di Indonesia
terdapat dua jenis strategi pengobatan
hepatitis B, yaitu terapi dengan durasi terbatas atau
terapi jangka panjang. Terapi dengan analog nukleos(t)ida dapat diberikan
seumur hidup atau hanya dalam waktu terbatas, sementara interferon hanya
diberikan dalam waktu terbatas mengingat beratnya efek samping
pengobatan. Sampai saat ini belum bisa diputuskan pilihan
terapi mana yang paling unggul untuk semua pasien. Pemilihan strategi terapi
yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi individu tiap pasien. Tenofovir
atau entecavir adalah obat yang dinilai paling efektif untuk digunakan, namun
mengingat tingginya biaya dan ketersediaan obat, lamivudin, telbivudin, dan
adefovir juga tetap dapat digunakan di Indonesia. Obat-obat tersebut dapat
menurunkan atau menghapus hepatitis B dari darah dan mengurangi risiko sirosis
dan kanker hati. Pasien dengan hepatitis kronis harus menghindari alkohol dan
harus selalu memeriksa dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat atau suplemen
herbal tambahan. Cara terbaik untuk mencegah Hepatitis B adalah dengan
menggunakan vaksin. Vaksin Hepatitis B yang aman dan efektif dan biasanya
diberikan 3-4 kali selama 6 bulan. Vaksin hepatitis B immuneglobulin (HBIG)
dapat membantu mencegah infeksi hepatitis B jika diberikan dalam waktu 24 jam
setelah pajanan. Perilaku pencegahan dapat dilakukan dengan cara: Menghindari
kontak seksual dengan orang yang memiliki akut atau kronis hepatitis B, menghindari
tatoo dan tindikan, menghindari berbagi barang pribadi, seperti pisau cukur
atau sikat gigi dengan orang yang terinfeksi, untuk pasien agar menutup
luka yang terbuka agar darah tidak
kontak dengan orang lain, pasien tidak diperbolehkan
mendonorkan darah, organ, ataupun sperma.
Nama : Chasela Wulandari
E-mail : Chaselawulandari@gmail.com
Blogg : Chaselaperawat.blogspot.co.id
0 komentar:
Posting Komentar