Dalam kasus ini, dibandingkan laki-laki maka perempuan menjadi
”makanan empuk” terjangkit infeksi ini. Bayangkan saja, dari 5 perempuan
Jayawijaya seperti yang telah disebut pada data di atas, maka 2 atau 3
perempuan sudah terinfeksi penyakit HIV/AIDS.
Ironisnya, penderita perempuan yang paling banyak terinfeksi HIV/AIDS
adalah ibu rumah tangga. Mereka tertular dari suaminya yang ternyata
terbiasa melakukan hubungan seks berisiko selain dengan pasangannya
sendiri (istri).
”Parahnya lagi, laki-laki yang terinfeksi ini tidak mau membuka diri kepada
keluarganya apalagi memeriksakan dirinya. Karena kalau berterus terang
mereka takut akan ditinggalkan istrinya,” jelas Dollyhe Wetipo aktivis Yayasan
Tangan Peduli (TALI) yang peduli masalah HIV/AIDS.
Ini berbeda dengan daerah lain, dimana kelompok yang berisiko tinggi terkena
HIV/AIDS adalah pekerja seks, wanita pria (waria), pengguna narkotika dengan
jarum suntik bersama-sama. ”Perempuan di Papua masih dianggap kelas dua,
sehingga mereka tidak berdaya menolak atau memilih,”jelas Yunas Yeblo, Aktivis
Kelompok Kerja Wanita (KKW) yang dikutip Majalah Tempo Online pada 20 Agustus
2007.
Selain itu Majalah Tempo juga menyebutkan bahwa dari sisi penyebab di Papua
juga unik. Penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan seks
yang tidak aman. Salah satunya adalah akibat banyaknya hubungan seks
berganti-ganti pasangan, yang dilakukan setelah pesta adat, atau satu orang
melayani beberapa orang, atau berhubungan seks di usia muda, serta rendahnya
pemakain kondom.
Risiko ini semakin tinggi bagi perempuan di Jaya Wijaya dan Papua pada
umumnya, ketika budaya patriakal di pedalaman tanah Papua masih terjadi,
sehingga menempatkan perempuan pada posisi paling rentan untuk sisi manapun. Di
beberapa suku, perempuan yang telah ”dibeli” dengan 20 wam (babi)
misalnya, sudah menjadi milik laki-laki. Oleh karena sudah ”dibeli” dengan
harga demikian maka laki-laki di pedalaman Papua khususnya dan mungkin juga di
tempat lainnya akan selalu menempatkan perempuan sebagai warga masyarakat
kelas dua, dan harus rela diperlakukan apa pun oleh laki-laki.
Ketika para mama (perempuan dewasa) teridap dan menjadi penderita HIV/AIDS,
dan mengalami kehamilan atau tengah masa menyusui, maka kemungkinan besar
anak-anaknya pun akan terinfeksi. Jadi, kini penyakit ini tidak hanya menyerang
kelompok rentan para mama Papua, tetapi juga kelompok anak-anak. Generasi yang
akan hilang kini membayangi Papua jika tidak ada upaya pencegahan terhadap
masalah yang sangat serius ini secara signifikan.
Nama : Mira'tus Solikha
Email : Mirawirun77@gmail.com
Blog : Perawatbedah07.blogspot.co.id
0 komentar:
Posting Komentar