Sindrom Autisme
Pernahkah kamu menjumpai seseorang yang terkena sindrom
Autisme? Apa sebenarnya Autisme itu?
Autisme
merupakan kumpulan kelainan yang beragam dari segi penyebab dan manifestasi
klinisnya, dengan diagnosis berdasarkan manifestasi perilaku yang kompleks
(gangguan bersosialisasi, gangguan berkomunikasi, serta perilaku yang terbatas
berulang dan stereotipe). Untuk mendiagnosis autisme tidaklah mudah karena
tidak ada pemeriksaan penunjang seperti darah untuk membantu diagnosis autisme.
Diagnosis autisme sendiri dibuat berdasarkan observasi terhadap perilaku dan
tumbuh kembang anak.
Autisme
sendiri kadang dapat dideteksi sejak anak berumur 18 bulan atau bahkan lebih
awal. Akantetapi, baru setelah usia 2 tahun diagnosis autisme, berdasarkan
pengamatan oleh ahli, dapat ditegakkan secara lebih pasti. Sayangnya, banyak
anak – anak baru terdiagnosis menderita autisme ketika sudah berusia lebih
dewasa. Keterlambatan ini berarti anak tersebut terlambat mendapat penanganan
yang tentunya berdampak terhadap kehidupannya selanjutnya.
Para
ahli genetik berpendapat bahwa untuk mendiagnosis seorang anak autis atau tidak
diperlukan 2 tahap yaitu skrining perkembangan dan evaluasi diagnostik yang
komprehensif.
Gejala yang biasanya terlihat adalah sebagai berikut. Terdapat
3 area yang mengalami kelainan pada anak dengan autisme yaitu interaksi sosial,
komunikasi (verbal maupun non-verbal), serta perilaku dan ketertarikan terhadap
sesuatu. Setiap anak memiliki pola autismenya masing – masing. Gejala yang
penting dan khas ada pada anak dengan autis adalah gangguan dari interaksi
sosialnya. Pada usia bayi, bayi dengan autisme mungkin tidak merespon terhadap
orang atau hanya berfokus pada satu hal saja untuk periode yang cukup lama.
Anak dengan autisme juga sulit untuk mengerti / memahami pikiran dan perasaan
orang lain karena ketidakmampuannya dalam memahami intonasi serta ekspresi
dalam berbicara.
Anak
dengan autisme juga terlihat melakukan gerakan yang berulang seperti berputar –
putar atau perilaku yang menyakiti diri sendiri seperti membenturkan kepala,
menggigit. Salah satu yang juga biasanya ditemui pada anak dengan autisme
adalah keterlambatan dalam berbicara. Selain itu, olehkarena kemampuan
sosialnya yang buruk, anak dengan autisme tidak tahu cara untuk bermain bersama
dengan anak lainnya.
Beberapa
hal dapat menjadi indikator sebagai skrining awal pada anak dengan autisme.
Tentunya dengan adanya indikator ini, anak tersebut harus menjalani evaluasi
yang lebih komprehensif oleh ahli. Indikator tersebut merupakan keterlambatan –
keterlambatan tumbuh kembang seperti belum dapat menunjuk atau berkata – kata
pada usia 1 tahun, belum dapat menyusun 2 kata pada usia 2 tahun, tidak
merespon terhadap panggilan nama, kontak mata yang buruk, tidak adanya
kemampuan bersosialisasi, memiliki dunianya sendiri dengan bermain dengan
mainannya, tidak adanya senyuman atau respon terhadap lingkungan sekitar.
Indikator
diatas merupakan indikator yang dapat ditemui dari awal – awal, sedangkan
gejala seperti ketidakmampuan berteman, bersosialisasi / mengobrol, preokupasi
terhadap sesuatu benda atau subjek, tidak fleksibel terhadap ritual / kegiatan
rutin tertentu, ketertarikan yang terbatas terhadap hal – hal tertentu
merupakan indikator yang ditemui pada anak autis yang tidak didiagnosis secara
dini.
Evaluasi
oleh psikolog, neurologis, psikiatri, dan profesional lain yang ahli dalam
bidang autisme diperlukan untuk mendiagnosis anak dengan autisme. Tentunya,
evaluasi seperti tes pendengaran juga perlu dilakukan terlebih dahulu karena
gangguan pendengaran dapat membuat seorang anak terganggu bicaranya.
Penyebab
pasti dari autisme belum diketahui. Akan tetapi para ahli
mengemukakan bahwa faktor genetik dan lingkungan yang kompleks memegang peranan
dalam menyebabkan autisme. Penyebab autisme dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu
primer dan sekunder. Autisme primer merupakan autisme yang tidak diketahui
penyebabnya. Autisme sekunder merupakan autisme yang disebabkan oleh faktor
medis dan lingkungan yang kemudian meningkatkan risiko autisme. Kasus terbanyak
adalah autisme primer yang mencapai hampir 90% kasus autisme. Faktor genetik seperti mutasi genetik tertentu
dapat membuat seorang anak menjadi autis. Kelainan pada perkembangan otak dan
sistem saraf juga salah satu faktor yang meningkatkan risiko terjadinya autisme
pada anak.
Tidak
ada pengobatan definitif terhadap autisme. Pendekatan – pendekatan yang dilakukan
merupakan suatu upaya untuk mengurangi disabilitas dari pasien dengan autisme.
Para ahli sepakat bahwa semakin awal intervensi dilakukan, semakin baik keluaran
yang didapatkan. Intervensi dari segi edukasi / tingkah laku untuk melatih
kemampuan sosial dan berbahasa, obat – obatan tertentu untuk mengatasi gejala
terkait autisme (ansietas, depresi, kelainan obsesif kompulsif) seperti
antipsikotik, sampai modifikasi diet dapat membantu meringankan gejala dari
pasien autisme
By : Anggie
Widya Pratama
Email : anggiewidya03@gmail.com
Blog : http://anggiewp.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar