Bulying Terhadap Pesikologis Seseorang

Pada dasarnya bullying adalah bentuk tindakan atau tingkah laku agresif seperti mengganggu, menyakiti atau melecehkan bahkan mengancam yang dilakukan secara sadar, sengaja dengan cara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga menyebabkan gangguan secara psikis pada si korban bully seperti stress, ketakutan, merasa depresi, cemas secara berlebihan bahkan ada korban yang jatuh sakit, susah makan dan susah tidur karena efek yang ditimbulkan oleh pelaku bully yang tanpa memperdulikan norma yang berlaku.
                                    
Bagi Pelaku Bully 
Bahaya atau efek dari tingkah laku bullying tidak hanya ditanggung oleh si korban bullying, tetapi juga memberi pengaruh pada si pelaku bullying, korban bullying, begitu pula pada anak yang melihat langsung tindakan bully tersebut. Berdasarkan pada penelitian tentang pelaku bullying di dunia menunjukkan bahwa satu dari tiga anak mengaku pernah melakukan tindakan bullying pada temannya. Mereka juga yang biasa menyaksikan tindakan bullying pada kawan-kawannya akan mengalami resiko menjadi pribadi individu yang penakut dan rendah diri,sering merasakan kecemasan yang berlebihan,dan merasa keamanan diri rendah.
Menurut Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) National Youth Violence Prevention yang mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku bullying memiliki rasa kepercayaan diri yang sangat tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, sehingga cenderung bersifat maupun bertindak secara agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, sebagian besar memiliki tipikal orang berwatak keras, mudah marah atau emosinya cepat naik dan impulsif, memiliki rasatoleransi yang rendah terhadap hal yang membuat frustasi baginya atau dibenci. Para pelaku bullying ini mempunyai kebutuhan kuat untuk selalu ingin mendominasi orang lain lalu kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan oleh Sanders,hal ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh seorang ahli bernama Coloroso (2006:72) yang menyatakan bahwa siswa yang ikut dan terperangkap dalam peran melakukan tindakan bullying,maka ia tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki rasa empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.
Dengan melakukan bullying, pelaku akan menganggap bahwa mereka memiliki kekuasaan penuh terhadap keadaan. Apabila didiamkan terus-menerus tanpa intervensi dari pihak tertentu, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain seperti melakukan kekerasan terhadap anak dan tindakan kriminal lainnya sehingga bisa menjadi penyebab penyalah gunaan wewenang antar sesama teman.

Bagi korban bully
Membuat si korban merasa cemas dan ketakutan sehingga mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah bagi korban bully pelajar dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama, maka dapat mempengaruhi kepercayaan diri siswa, terjerat dalam isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri dari pergaulan, menjadikan si korban rentan mengalami stress dan depreasi, serta merasa tidak aman. Hal tersebut didasarkan pada hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center oleh Sanders (2003; dalam Anesty, 2009)
Korban bully akan merasa depresi dan marah ketika ia mengalami bully secara terus-menerus dan berlangsung lama. Ia kemungkinan marah terhadap dirinya sendiri, bisa juga terhadap si pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa ,pihak tertentu, keluarganya maupun orang di sekitar yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya atau dapat melindunginya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya bila korban bully seorang siswa. Sehingga lama-kelamaan korban bully tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, dan mungkin akan mundur lebih jauh lagi dari kehidupan sosial alias mengasingkan diri. (Coloroso :2006)
Seorang pelajar yang mengalami bully ia akan jarang hadir di sekolah karena takut sehingga menimbulkan prestasi akademik yang rendah bagi siswa, merasa depresi di usia dini. Selain itu akan terjadi penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan penurunan drastis pada kemampuan analisis siswa. Hal tersebut sesuai penelitian Banks (1993, dalamNorthwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Anesty, 2009).
Korban bully melakukan bunuh diri (commited suicide) Si korban terpaksa melakukan bunuh diri karena merasa tidak kuat,tidak lagi bisa menahan dan merasa dirinya tidak mampu melakukan apa-apa dari perlakuan bully oleh seseorang atau sekelompok orang. Dia sering dirundung rasa ketakutan,merasa dirinya terancam dan kesepian sehingga jalan satu-satunya yang ia lakukan yakni dengan bunuh diri. Menurut riset di Amerika, Jumlah korban bully yang melakukan bunuh diri terus meningkat 50% dari tahun ke tahun hanya dalam 3 dekade.
Korban bully melakukan balas dendam bahkan sampai pada pembunuhan pada orang yang melakukan tindakan bully padanya. Pembunuhan mereka lakukan yakni dengan cara menembak langsung atau melakukan pembantaian secara sadis untuk menebus sakit hati si korban yang mengalami penderitaan dibully

Cara Mengatasi Bullying
Penanganan bagi si orang tua/wali
Orang tua mempelajari dan mengenali karakter a Perlu kita sadari, bahwa salah satu penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang memiliki karakter yang mudah dijadikan korban bully. Sikap “cepat merasa bersalah”, maupun penakut, yang dimiliki anak. Dengan mengenali karakter anak,kita dapat mengantisipasi berbagai potensi intimidasi dan tindakan bullying menimpa anak, atau setidaknya lebih cepat menemukan solusi agar kita menjadi lebih siap secara mental. Menjalin komunikasi dan perhatian yang besar dengan anak. Tujuannya adalah anak akan merasa cukup nyaman untuk bercerita kepada orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk memonitor apakah suatu kasus sudah terpecahkan atau belum.
Perilaku orang tua:
1.      Pihak orang tua turut ikut campur di saat yang Seringkali anak yang menjadi korban intimidasi atau bullying tidak senang kalau orang tuanya turut campur. Situasinya menjadi paradoksal: Anak menderita karena diintimidasi, tapi dia takut akan lebih menderita lagi kalau orang tuanya turut campur. Karena para pelaku bullying akan mendapat ‘bahan’ tambahan, yaitu mencap korbannya sebagai “anak manja”. Oleh karenaitu, orang tua mesti benar-benar mempertimbangkan saat yang tepat ketika memutuskan untuk ikut campur menyelesaika nmasalah si anak.
2.      Ada beberapa indikator orang tua ikut campur yaitu: (1) bila masalah si anak tak kunjung terselesaikan, (2) kasus bullying si anak berulang-ulang, (3) Kalau kasus bullying berupa pemerasan, melibatkan uang dalam jumlah cukup besar, (4) Ada indikasi bahwa prestasi belajar anak mulai terganggu dan menurun
3.      Orang tua berbicara dengan orang atau pihak tertentu yang t Jika sudah memutuskan untuk ikut campur dalam menyelesaikan masalah, maka pertimbangkan dengan tenang apakah akan langsung berbicara dengan pelaku intimidasi atau bullying, orang tuanya, atau gurunya. Jangan mengajarkan anak menghindar dari Dalam beberapa kasus, anak-anak kadang merespon intimidasi yang dialaminya di sekolah dengan minta pindah atau malah berhenti sekolah. Kalau dituruti, itu sama saja dengan lari dari masalah. Jadi, sebisa mungkin jangan dulu dituruti. Kalau ada masalah di sekolah, masalah itu yang mesti diselesaikan, bukan dengan ‘lari’ ke sekolah lain atau ke tempat lain.

Penanganan bagi pihak sekolah
Saling bekerja sama antar pihak sekolah dan struktur komite sekolah (guru maupun staff) dan meminta mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak murid mereka misalnya sering terlihat ketakutan atau terlihat babak belur pergi sekolah. Mewaspadai perbedaan ekspresi agresi dan interaksi yang berbeda yang ditunjukkan anak di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua). Membina kedekatan dengan teman-teman sebaya atau teman sepergaulan si murid atau teman sekelas dengan cara mencermati tiap cerita mereka ketika sedang berteman. Mewaspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasanya. Meminta bantuan pihak ketiga yang ahli (psikolog atau ahli yang profesional) untuk menangani bila ditemukan kasus tindakan bullying di sekolah antar siswa-siswa sendiri.
oleh karena itu maka kita harus menghindari dari sikap membuli orang lain dan berusaha untuk menjadi orang yang lebih bijaksana untuk lebih dapat menghargai orang lain walaupun mereka mempunyai keterbatasan mental atau fisiknya.

by ; Putri wulandari
e-mail : wulandarip@gmail.com



Share on Google Plus

About putri wulandari

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar